Assalaamualaikum...

Semoga hari ini adalah hari terbaik yang pernah singgah di hidup kita

Saturday, July 26, 2008

E D E N S O R

Bagian kortex yang tinggal dalam tempurung kepalaku seperti meletup-letup ketika menelusuri jejak halaman demi halaman petualangan pencarian jati diri dan cinta. Letupan-letupan itu pecah dan tidak lagi mengikuti irama "blub!" tapi "wow!" Pada awalnya, Edensor aku kira sebuah mimpi yang hanya bisa mengusir kekosongan, kerinduan dan kehampaan Andrea Hirata (the author of Edensor) yang terjebak dalam mimpi dan khayalannya. Ternyata, Edensor adalah nyata, surga yang menjelma nyata terhampar di bumi, bisa dirasa oleh smua indra. Bahkan Andrea pun tidak pernah menyangka petualangan pencarian jati dirinya akan berakhir pada menjelmanya Edensor. Khayalan tentang Edensor "Jalan-jalan desa menanjak berliku-liku dihiasi deretan pohon oak, berselang seling di antara jerejak anggur yang ditelantarkan. Lebah madu berdengung mengerubuti petunia. Daffodil dan asturia tumbuh sepanjang pagar peternakan, berdesakan di celah-celah bangku batu. Di belakang rumah penduduk tumpah ruah dedaunan berwarna oranye, mendayu-dayu karena belaian angin. Lalu terbentang luas padang rumput, permukaannya ditebari awan-awan kapas." Edensor adalah suatu desa kecil nan damai. Andrea membangunnya lewat imajinasi dalam ruang khusus di kepalanya. Kemudian ia menyimpan ruh Edensor ke dalam hatinya. Kemanapun ia pergi, Edensor adalah mimpi yang wajib dibawa. Karena dari mimpilah semuanya berawal. Maka bermimpilah, dan Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu. "Hidup dan nasib bisa tampak berantakan, misterius, fantastis, dan sporadis, namun tiap elemennya adalah subsistem keteraturan dari sebuah desain holistik yang sempurna. Menerima kehidupan berarti menerima kenyataan bahwa tak ada hal sekecil apapun terjadi karena kebetulan. Ini fakta yang tak terbantahkan." (intepreted of Harun Yahya). Hmm.. Pemikiran yang agung! Aku tidak bisa membantah pernyataan itu, tapi untuk menyerapnya ke dalam hati terasa sangat sulit. Proses osmosis terjadi sangat lambat. Bahkan untuk mencerna kata-katanya saja harus dikunyah berkali-kali dulu baru bisa ditelan dan dicerna. Memang terkesan LOLA (loadingnya lama ;-) tapi bagiku wajar karena pemikiran ini pasti terlahir dari kristalisasi kejeniusan pemikiran yang agung. Sehingga untuk dicerna oleh orang awam sepertiku, hmm.. orang yang masih mengambang jadi plankton, belum mencium tanah dan menghadap langit, terasa sangat alot! Fahamkan aku.. Aku hanya makhluk yang belajar mencintai hidup dari orang yang membenci hidupnya. Kujadikan langit dan bumi bagai kitab yang terbentang. Aku hanya ingin hidup dan ingin merasakan sari pati hidup! (thanx, Andrea). Yap! Petualangan dilanjutkan sampai ke Prancis, negri impianku. Aku senang dengan bahasa mereka dan bunyi-bunyi sengau dari barisan kata-katanya sangat unik. Entah apakah karena hidung mereka terlalu bengkok atau terlalu banyak terkena udara dingin? Yang pasti suara sengau ala Prancis mempesona tidak ada tandingnya! Aku suka salah satu lirik lagu Anggun C. Sasmi dalam balutan bahasa Prancis berjudul (La Niege au Sahara = Snow on The Sahara) Si la poussiere emporte tes reves de lumiere Je serai ta lune, tor re pere Et si le soleil nous brule Je prierai qui tu voudras Pour que tombe la neigi au Sahara.. Meski aku tidak bisa menyanyikan lagu ini tapi aku suka artinya: Jika harapanmu hancur berkeping-keping, Aku akan menjadi bulan yang menerangi jalanmu. Matahari bisa membutakan matamu. Aku akan berdoa pada langit. Agar salju berderai di Sahara. Salju dan Sahara adalah suatu "irreconciable differences" (perbedaan yang tidak bisa didamaikan). Hanya dalam doa mereka bersatu. Ya Tuhan.. Tak kusangka aku telah membangun Edensorku sendiri sebelum aku menemukan buku Andrea tentang Edensor. Aku tidak tahu bagaimana bermimpi, memberi ruh pada mimpi sehingga mimpiku terasa hidup. Aku tidak tahu bagaimana berdiri tegak di atas mimpiku. Tapi aku tahu, aku punya Edensor-ku. Aku tinggal memberinya sedikit warna dan meletakkannya di tiap rongga kosong di tubuhku.

Wednesday, July 16, 2008

Padang Rumput Hijau dan Hujan

Awan tebal hitam baru saja menyampaikan pesan dari atas ke muka bumi. Dalam sekejab bumi basah dihempas jutaan tetesan air. Bumi yang jernih, udara yang masih menyisakan bau hujan, langit cerah, tetesan air, pucuk daun yang lembab, ranting pohon yang kesepian tanpa daun, semuanya memberikan suasana hening beraroma romantis dalam sekejab namun abadi. Inikah sebuah EPHEMERAL? Apa yang tersembunyi setelah hujan bagiku selalu menjadi misteri, bahkan sampai sekarang. Di seberang, tidak jauh dari ini, berdiri tegak pohon rindang. Daun-daunnya tidak saling bertegur sapa, diam sejenak setelah terpaan hujan.Angin pun diam. Perlahan awan hitam mulai tergeser rona cahaya matahari. Wow... daun-daun mulai terlihat hijau segar sejuk dipandang mata dan mereka mulai bernyanyi seiring irama angin selatan, sayap-sayap lain mulai membentangkan nadanya hingga ujung bumi. Begitu indah orkestra ini, siapa yang bisa mengaransemen nada sejernih orkestra ini? Kesejukan meresap hingga ke hati dan bernaung di ruang kosong di rongga dada. Di bawah pohon itulah terhampar luas rumput liar berbunga warna-warni. Ketika kulihat hamparan rumput berbunga itu, mereka begitu anggun dan bersahaja mengenakan mahkota hijau dan kuning hingga terlihat nampak seperti hamparan emas di atas tanah. begitu indah memenuhi seluruh pandanganku. Angin mulai menyambut dan mengusap lembut indera-inderaku. Lembut... mungkin seperti bidadari surga yang mengucapkan "Selamat datang..", terasa hangat dan nyaman di hati. Dari gubung kecil aku mengamati semua lukisan Tuhan yang Dia hamparkan 4 dimensi. Ketika pemandangan Maha Indah itu masuk ke dalam otakku, aku selalu berharap ini tidak akan terlepas, aku ingin memeluk, mendekapnya hingga aku tahu bahwa ini bukan hanya imajinasi sementara.