Assalaamualaikum...

Semoga hari ini adalah hari terbaik yang pernah singgah di hidup kita

Thursday, October 22, 2009

Kesempatan yang Tersembunyi dalam Kesempitan

Hari Selasa, 19 October 2009 saya lewat jalan S. Parman menuju jalan Gatot Subroto. Suasana jam 11.00 Jakarta terasa sangat panas mencekam diiringi hiruk pikuk kegiatan warga metropolitan. Udara terasa membakar masuk ke pori-pori kulit dan matahari pun membakar jalanan beraspal. Perjalanan saya sampai di lampu merah perempatan Slipi-Palmerah dan lampu lalu lintas menyala merah. Kendaraan roda dua kesayangan saya berada di posisi sangat tidak strategis di belakang bus metromini yang berasap hitam. Huffh, terjebak! Suasana panas bertambah semakin tidak mengenakkan. Badan jadi seperti lilin dibakar, meleleh tanpa pamrih. Dan saudara-saudara.. Lampu merah pun berubah menyala hijau. Hah! Inilah saat yang ditunggu, segera melarikan diri dari asap metromini. Namun keadaan metromini dan kendaraan lain tidak berubah posisi meski lampu hijau sudah mempersilahkan untuk jalan. Kami para rider jalanan menunggu sambil clingak clinguk. Saya tahu apa yang di pikiran mereka sama dengan apa yang saya pikirkan, 'kok nggak maju jalan neh, arusnya macet?!' Ada sedikit jalan untuk maju dan saya ambil kesempatan itu untuk lebih bisa mencapai posisi di depan metromini. Di situ pun arus masih belum bergerak. Kami menunggu. Lima menit, tujuh menit, sepuluh menit... Entah lampu merah sudah berubah warna berapa kali, tapi kali ini lampu hijau pun tak ada artinya. Ternyata polisi menghentikan arus lalu lintas dari semua arah untuk men-sterilkan jalanan dari arah Gatot Subroto Senayan. Saya baru ingat, di gedung MPR-DPR sedang pelantikan Pres-Capres 2009-2014. Dan sterilisasi jalanan pasti akan ada orang penting aparat negara yang akan melenggang dengan mobil mewah pinjaman negara di jalan ini. Huuuh! Dasar aparat negara. Kenapa mesti lewat jalan yang disediakan (gratis *dengan pajak) untuk rakyat? Knapa tidak lewat jalan tol saja?! Tapi apalah daya, teriakan dan makian saya hanya didengar oleh klakson2 motor dan mobil yang mulai gerah kesabaran. Saya pun merasakan hal yang sama, semakin panas, semakin gerah, kepala terasa senut-senut, tapi pak polisi masih berkuasa. Setelah setengah jam jalanan disterilkan satu per satu mobil mewah para aparat negara berplat warna hitam, merah dan putih melenggang dari arah Senayan, mengambil putar balik di bawah fly over Slipi ke arah Semanggi. Mobil dan motor polisi mengiringi sambil mendendangkan kentongan elektronik (baca: sirine) yang membuat telinga ikut senut-senut. Ada banyak sekali mobil aparat negara, butuh dua puluh menit dari konvoi mobil pertama sampai mobil terakhir. Ada mobil aparat yang dengan santainya menapaki jalan seolah tidak peduli dengan perasaan rakyat kecil kepanasan di jalan raya gara-gara ulahnya. Wah, mungkin itu adalah salah satu mentri yang tidak laku di kabinet SBY-Budiono... Kasian... Jalanan mulai sepi lagi, tanda mobil para aparat sudah lewat. Tapi polisi belum memperbolehkan membuka arus jalan. Ternyata masih ada mobil aparat yang tertinggal konvoi. Makin lama suara klakson dan mesin motor terdengar seperti suara auman ribuan singa. Tampak ekspresi-ekspresi geram, marah dan jengkel para rider menahan emosi di tengah terik matahari dan udara Jakarta. Saya menjadi salah satu saksi nuansa merah membara di perempatan lampu merah itu. Dalam benak perasaan saya tiba-tiba saya merasa ter-dlolimi oleh negara. Baik sadar atau tidak, mereka para aparat negara itu secara sengaja merebut waktu dan hak rakyat untuk hidup merdeka tanpa kemarahan. Nah! Inilah kesempatan baik yang bisa didapat dari kesempitan semacam ini. Apa yang Anda lakukan jika Anda adalah saya? Kondisi di-dlolimi adalah kondisi terdekat kita dengan Tuhan. Mengapa kita tidak manfaatkan kondisi ini sebaik-baiknya? Dari pada mengumpat dan menunjukkan amarah pada siapa yang tidak jelas, saya lebih memilih menggumamkan doa dalam hati. Doa dari orang yang terdlolimi menggema sampai Arsy! Tuhan langsung mendengar tanpa perantara operator, tanpa ada mendung menghadang, tanpa ada apapun antara kita dengan Tuhan. Doa saya, saya titipkan di sana. Entah kapan diproses untuk dikabulkan, tapi saya yakin doa saya berada dalam tumpukan file 'doa urgent' yang akan dikabulkan. Bohong besar jika saya bilang di perempatan yang penuh amarah itu suasana semakin sejuk dan dingin. Tapi itulah yang saya rasakan setelah mengirim doa dari rakyat kecil teraniaya ini.. Saya tidak bohong dan tidak bisa menceritakan banyak tentang suasana sejuk yang saya rasakan karena polisi sudah memperbolehkan kami melanjutkan perjalanan. Dari sini saya belajar memanfaatkan seburuk apapun kondisi yang saya alami pasti ada hikmahnya. Sehatkan akal, sehatkan hati, maka hidup kita akan semakin nikmat untuk dijalani. Semoga saya tidak menggurui yang membaca thread ini. Saya berharap Anda juga bisa mengambil pelajaran dan hikmah dari pengalaman sekecil apapun dari hidup Anda. Karena disitulah Tuhan mencoba berbicara dengan Anda, makhluk kecil kesayanganNYA... (Lativa Zoela, manajer Laskar Berani Hidup)

Saturday, December 06, 2008

Mengapa, Bagaimana Caranya?

Saya mendapatkan gambar ini dari koleksi wallpaper komputer adik dan saya kirim bluetooth ke HP Nokia. Pertama saya melihatnya tidak terkesan spesial. Namun setelah saya lihat berulang-ulang hingga saya jadikan wallpaper di HP saya, baru saya sadar bahwa gambar ini jika diperhatikan akan berhubungan dengan cara pandang kita terhadap suatu permasalahan.
MENGAPA? dan BAGAIMANA?
Pertama saya melihat gambar ini, saya membayangkan saya berada di atas mobil land rover bak terbuka dan saya berada di jok belakang melewati hutan Allegheny di Pennsylvania, Amerika. Saya membayangkan gambar foto itu adalah pemandangan jalan yang telah saya lalui. Ketika saya duduk di jok belakang land rover kemudian menoleh ke belakang maka pemandangan inilah yang saya lihat. Beberapa saat kemudian saya sadar, yang saya pikirkan ini salah. Ini adalah pemandangan yang ada di depan saya, jalan setapak yang harus saya lewati untuk mencapai tujuan meskipun jalan ini tidak memberi tahu dimana ujungnya. Sebenarnya tidak ada yang salah dalam menafsirkan gambar itu. Saya sekarang bisa tahu karena saya menoleh ke belakang dan saya tahu apa yang harus saya lakukan karena saya melihat ke depan. Saya bisa merasakan perbedaan di antara persepsi gambar ini. Ternyata mudah sekali untuk mengubah pemikiran/persepsi tentang apa yang sedang terjadi. Ketika saya berimajinasi bahwa pemandangan dalam gambar itu adalah jalan yang telah kita lewati, kebanyakan otak kita merespon segala permasalahan dengan pertanyaan "mengapa?" karena kita terlalu banyak menengok ke belakang, ke masa lalu, hingga kita lupa untuk mencari tahu apa yang seharusnya kita lakukan untuk melanjutkan hidup. Dan ketika gambar itu kita persepsikan sebagai pemandangan yang ada di depan kita, sebagian besar otak kita merespon "aku akan melewati jalan ini" atau "bagaimana agar segera sampai tujuan?" atau "apa yang ada di ujung jalan itu?". Jadi ternyata saya telah disadarkan oleh sebuah gambar bahwa otak saya belum seimbang dalam menafsirkan sesuatu hal. Sebagian besar orang mengatakan "kenapa harus dipermasalahkan?". Memang hal yang sepele, tapi sekarang saya punya cara ukur baru dalam memandang kehidupan. Seberapa jauh jalan yang telah saya tempuh, dan berapa lama lagi sampai ke tujuan? Sayangnya hanya satu pertanyaan yang bisa saya jawab, pertanyaan pertama.

Wednesday, November 05, 2008

Malam Ini

Malam ini aku bertemu dengan keluarga yang sedang duduk menunggu giliran pasien masuk ruang dokter. Keluarga itu ada seorang ibu paruh baya yang telah memiliki 3 orang anak, seorang cucu perempuan yang mungkin usianya 25 tahun atau lebih, dan seorang kakek. Mereka dengan setia menemani sang kakek. Dan mereka tidak henti-hentinya bercerita tentang kakek kepada pasien lain yang juga sedang menunggu giliran pasien. Sesekali cucu perempuan mengeluarkan selembar tisu dan dengan sayang mengelap mulut kakeknya yang terkadang keluar air liur tanpa ia sadari. Dan sesekali cucu ini membantu kakeknnya menyandarkan posisi duduk kakek yang kurang nyaman sambil terus menceritakan tentang kakek dan bagaimana sekeluarga merasakan sedang diuji oleh Tuhan dengan penyakit si kakek. Rasanya seperti punya anak kecil lagi, mesti sabar…, kata sang ibu. Karena kakek sudah tidak bisa lagi melakukan segalanya sendiri. Jangankan berdiri, untuk duduk dan menyandarkan badan saja perlu bantuan orang lain. Mereka menceritakan dulu kakek ini badannya segar tidak kurus seperti ini, tidak pernah sakit dan ketika dicek darah tidak pernah ditemukan penyakit-penyakit yang aneh baik itu asam urat, darah tinggi atau gula. Tahu-tahu sekarang sakit sampai kurus begini. Katanya kakek kena sakit gula kering. Setiap hari harus mengganti pempers untuk kakek sehari 5 kali. Ini sudah lebih baik dari pada dulu tidak pernah dikasih pempers dan harus mencuci kain sprai, celana dan mengepel lantai tiap kali kakek buang air. Karena kondisi keluarga sederhana ini berasal dari keluarga menengah ke bawah, pempers yang mampu mereka beli pun hanya pempers dengan ukuran kecil karena jelas lebih murah. Satu bungkus berisi 15 pempers yang bisa untuk mencukupi kebutuhan selama 3 hari. Jauh lebih ekonomis dibanding pempers ukuran besar. Toh mereka hanya membutuhkan pempersnya, dan masalah ukuran biar mereka sendiri yang atur. Tentu saja ukuran pempers kecil tidak akan muat di pinggang orang dewasa. Untuk mengakalinya mereka menggunting bagian samping dan menyambungnya dengan tali. Bagaimanapun kasih sayang selalu mengalir untuk kakek. “Yah.. sukurlah bisa kerja. Jadi bisa bantu dikit-dikit”, kata cucu perempuan yang selalu tampak ceria sambil terus membelai kakek. Tampak jelas bahwa dia sangat menyayangi kakeknya. Aku salut dengan semangat dan keikhlasan keluarga ini menerima kondisi kakek. Dan mungkin kakek ini masih beruntung mempunyai keluarga yang masih menyayanginya dengan kondisinya “turn back down” dibanding kondisinya yang masih prima. Mungkin kondisi prima itu hanya berjarak beberapa tahun kemarin dan hanya dalam beberapa saat kondisinya menjadi seperti yang aku lihat tadi.Tidak bisa dipungkiri, ada beberapa keluarga yang pasrah menerima kondisi orang tuanya yang telah renta dan tidak lagi produtif hingga orang tuanya harus berakhir di panti jompo. Mereka pikir orang tuanya hanyalah “bring nothing but troubles”. Aku membayangkan bagaimana jika kakek itu adalah aku atau keluargaku sendiri? Pikiranku menganalogikan dengan apa yang telah kudapat waktu aku kecil. Ayah dan ibuku selalu memberikan kasih sayang padaku yang tak terukur bahkan aku adalah anak yang dibanggakan bagi mereka. Entah jika Tuhan berkehendak memutar hidup, aku hanya ingin selalu menjadi anak yang dibanggakan oleh mereka, tidak kurang satupun. Entah apapun balasannya, aku hanya ingin menyayangi dan menjaga apa yang aku miliki, menyirami nuraniku dengan cinta dan kasih sayang. Bahkan sampai sekarang aku tidak habis pikir apa jadinya aku bila tanpa mereka. Doa mereka selalu mengalir dalam darahku dan memberi cahaya dalam kegelapan jalanku. Aku ada karena doa mereka. Ya Allah, jadikan mereka mutiara dalam hidupku yang paling berharga. Jagalah mereka karena tanganku terlalu kecil untuk menampung kasih cinta yang telah mereka curahkan padaku hingga aku tidak bisa membalas kebaikan kepada mereka selain doa ini. Hanya kepadaMu kupercayakan cinta dan kasih sayangku. Entah sampai kapan kita diberi kesempatan bisa berkarya dan bersyukur atas apa yang Dia berikan kepada kita. Sudah cukupkah kita bersyukur dan sudahkah kita berkarya melukis memberi warna dunia, ikut memutar roda dunia?

Saturday, August 02, 2008

Have A Nice Life,,

Di zaman ini dalam hal apapun kita dimanjakan dengan banyak pilihan jika dibandingkan dengan beberapa dekade yang lalu. Misalnya banyaknya pilihan channel TV, stasiun radio, etc. yang jika kita menengok di masa 20-30 tahun yang lalu, hanya TVRI dan RRI yang kita nantikan. Tidak kalah juga pilihan partai politik yang bejibun banyaknya di negri ini. Satu dekade lalu kita hanya dihadapkan pada 3 warna partai politik sebabagi pengisi suara wakil rakyat. Dan yang terjadi setelah masa era itu berakhir, kita dihadapkan pada banyaknya warna yang bermunculan dan berebut suara membuat bangsa ini semakin gaduh dan ramai karena banyak pemain yang berebut suara. Satu hal yang membuat saya bingung, harus pilih yang mana? Itulah konsekuensi atau efek samping dari adanya banyak pilihan. Meskipun tidak semua orang mengalami efek samping tersebut, tapi saya yakin saya tidak sendiri dalam menyatakan hal ini. Tentu saja dengan adanya banyak pilihan -misalnya partai politik, bisa dinilai positif bahwa bangsa kita sedang belajar untuk mendirikan demokrasi yang nyata, bukan hanya teori di buku PPKN saja. Ini juga berarti memberi kesempatan bagi para pemain politik untuk berekspresi menunjukkan aplikasi pelajaran PPKN-nya yang pernah menghiasi raport mereka. Intinya disini saya tidak ingin mengatakan terntang politik dan tetek bengek serta embel-enbelnya. Yang ingin saya suarakan adalah esensi kehidupan yang ingin saya rasakan secara nyata. Tidak bisa dipungkiri memang dalam segala aspek kehiduan kita selalu dihadapkan oleh berbagai pilihan, jika kita bisa melihatnya. Itulah kehendak Tuhan sebagai hukum alam. Dan pada akhirnya harus hanya satu yang menjadi tanggung jawab kita untuk menjawab pertanyaan: "pilih yang mana?". Inilah esensi memilih, yang menurut saya inti dari kedewasaan atau istilah tepatnya tanggung jawab manusia dewasa. Namun tidak dalam semua hal Tuhan memberi kita banyak pilihan. Ada pengecualian, hanya ada satu pilihan untuk tetap maju menjalani hidup. Atau dengan kata lain, kita tidak bisa mundur menjalani kehidupan karena tidak ada pilihan untuk mundur. We can not retreat, man! Dimensi waktu hanya diciptakan secara 1 dimensi, yaitu maju, linier. Jika waktu dapat digambarkan sebagai 2 dimensi pasti kita bisa maju atau mundur kembali ke masa lalu atau melompat ke masa depan. Jika waktu ada 3 dimensi, mungkin kita bisa menjalani berbagai macam kehidupan? wah, kacau! lalu bagaimana malaikat mncatat amal manusia kalau ada 2 atau 3 dimensi waktu? Oleh karena itu, kita hanya punya satu kali kesempatan saat ini untuk berbuat dan berkarya. Tidak ada hari kemarin, dan hari esok masih misteri. Hanya hari ini. Today is so priceless, that's why we called it " present" (hadiah). Dalam setiap acara ulang tahun, hadiah terindah pastilah bukan berupa segala macam barang mewah, buan pula pesta meriah. Namun hadiah terindah adalah hari ini yang Tuhan berikan untuk kita berkarya dan menghias dunia dengan cahaya senyum bersama orang-orang yang kita sayang. Dan ukuran kebahagiaan yang sebenarnya atas hadiah itu adalah seberapa besar kita bisa bersyukur dan mengucap terima kasih atas hari ini. Jika kau setuju, maka tersenyumlah untuk hari ini, teman... Teman dalam hidup adalah mahkota di tangkai bunga, awan putih yang menghias langit, rasi bintang yang menemani angkasa. Thanks for let me in to your beautiful life...

Saturday, July 26, 2008

E D E N S O R

Bagian kortex yang tinggal dalam tempurung kepalaku seperti meletup-letup ketika menelusuri jejak halaman demi halaman petualangan pencarian jati diri dan cinta. Letupan-letupan itu pecah dan tidak lagi mengikuti irama "blub!" tapi "wow!" Pada awalnya, Edensor aku kira sebuah mimpi yang hanya bisa mengusir kekosongan, kerinduan dan kehampaan Andrea Hirata (the author of Edensor) yang terjebak dalam mimpi dan khayalannya. Ternyata, Edensor adalah nyata, surga yang menjelma nyata terhampar di bumi, bisa dirasa oleh smua indra. Bahkan Andrea pun tidak pernah menyangka petualangan pencarian jati dirinya akan berakhir pada menjelmanya Edensor. Khayalan tentang Edensor "Jalan-jalan desa menanjak berliku-liku dihiasi deretan pohon oak, berselang seling di antara jerejak anggur yang ditelantarkan. Lebah madu berdengung mengerubuti petunia. Daffodil dan asturia tumbuh sepanjang pagar peternakan, berdesakan di celah-celah bangku batu. Di belakang rumah penduduk tumpah ruah dedaunan berwarna oranye, mendayu-dayu karena belaian angin. Lalu terbentang luas padang rumput, permukaannya ditebari awan-awan kapas." Edensor adalah suatu desa kecil nan damai. Andrea membangunnya lewat imajinasi dalam ruang khusus di kepalanya. Kemudian ia menyimpan ruh Edensor ke dalam hatinya. Kemanapun ia pergi, Edensor adalah mimpi yang wajib dibawa. Karena dari mimpilah semuanya berawal. Maka bermimpilah, dan Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu. "Hidup dan nasib bisa tampak berantakan, misterius, fantastis, dan sporadis, namun tiap elemennya adalah subsistem keteraturan dari sebuah desain holistik yang sempurna. Menerima kehidupan berarti menerima kenyataan bahwa tak ada hal sekecil apapun terjadi karena kebetulan. Ini fakta yang tak terbantahkan." (intepreted of Harun Yahya). Hmm.. Pemikiran yang agung! Aku tidak bisa membantah pernyataan itu, tapi untuk menyerapnya ke dalam hati terasa sangat sulit. Proses osmosis terjadi sangat lambat. Bahkan untuk mencerna kata-katanya saja harus dikunyah berkali-kali dulu baru bisa ditelan dan dicerna. Memang terkesan LOLA (loadingnya lama ;-) tapi bagiku wajar karena pemikiran ini pasti terlahir dari kristalisasi kejeniusan pemikiran yang agung. Sehingga untuk dicerna oleh orang awam sepertiku, hmm.. orang yang masih mengambang jadi plankton, belum mencium tanah dan menghadap langit, terasa sangat alot! Fahamkan aku.. Aku hanya makhluk yang belajar mencintai hidup dari orang yang membenci hidupnya. Kujadikan langit dan bumi bagai kitab yang terbentang. Aku hanya ingin hidup dan ingin merasakan sari pati hidup! (thanx, Andrea). Yap! Petualangan dilanjutkan sampai ke Prancis, negri impianku. Aku senang dengan bahasa mereka dan bunyi-bunyi sengau dari barisan kata-katanya sangat unik. Entah apakah karena hidung mereka terlalu bengkok atau terlalu banyak terkena udara dingin? Yang pasti suara sengau ala Prancis mempesona tidak ada tandingnya! Aku suka salah satu lirik lagu Anggun C. Sasmi dalam balutan bahasa Prancis berjudul (La Niege au Sahara = Snow on The Sahara) Si la poussiere emporte tes reves de lumiere Je serai ta lune, tor re pere Et si le soleil nous brule Je prierai qui tu voudras Pour que tombe la neigi au Sahara.. Meski aku tidak bisa menyanyikan lagu ini tapi aku suka artinya: Jika harapanmu hancur berkeping-keping, Aku akan menjadi bulan yang menerangi jalanmu. Matahari bisa membutakan matamu. Aku akan berdoa pada langit. Agar salju berderai di Sahara. Salju dan Sahara adalah suatu "irreconciable differences" (perbedaan yang tidak bisa didamaikan). Hanya dalam doa mereka bersatu. Ya Tuhan.. Tak kusangka aku telah membangun Edensorku sendiri sebelum aku menemukan buku Andrea tentang Edensor. Aku tidak tahu bagaimana bermimpi, memberi ruh pada mimpi sehingga mimpiku terasa hidup. Aku tidak tahu bagaimana berdiri tegak di atas mimpiku. Tapi aku tahu, aku punya Edensor-ku. Aku tinggal memberinya sedikit warna dan meletakkannya di tiap rongga kosong di tubuhku.

Wednesday, July 16, 2008

Padang Rumput Hijau dan Hujan

Awan tebal hitam baru saja menyampaikan pesan dari atas ke muka bumi. Dalam sekejab bumi basah dihempas jutaan tetesan air. Bumi yang jernih, udara yang masih menyisakan bau hujan, langit cerah, tetesan air, pucuk daun yang lembab, ranting pohon yang kesepian tanpa daun, semuanya memberikan suasana hening beraroma romantis dalam sekejab namun abadi. Inikah sebuah EPHEMERAL? Apa yang tersembunyi setelah hujan bagiku selalu menjadi misteri, bahkan sampai sekarang. Di seberang, tidak jauh dari ini, berdiri tegak pohon rindang. Daun-daunnya tidak saling bertegur sapa, diam sejenak setelah terpaan hujan.Angin pun diam. Perlahan awan hitam mulai tergeser rona cahaya matahari. Wow... daun-daun mulai terlihat hijau segar sejuk dipandang mata dan mereka mulai bernyanyi seiring irama angin selatan, sayap-sayap lain mulai membentangkan nadanya hingga ujung bumi. Begitu indah orkestra ini, siapa yang bisa mengaransemen nada sejernih orkestra ini? Kesejukan meresap hingga ke hati dan bernaung di ruang kosong di rongga dada. Di bawah pohon itulah terhampar luas rumput liar berbunga warna-warni. Ketika kulihat hamparan rumput berbunga itu, mereka begitu anggun dan bersahaja mengenakan mahkota hijau dan kuning hingga terlihat nampak seperti hamparan emas di atas tanah. begitu indah memenuhi seluruh pandanganku. Angin mulai menyambut dan mengusap lembut indera-inderaku. Lembut... mungkin seperti bidadari surga yang mengucapkan "Selamat datang..", terasa hangat dan nyaman di hati. Dari gubung kecil aku mengamati semua lukisan Tuhan yang Dia hamparkan 4 dimensi. Ketika pemandangan Maha Indah itu masuk ke dalam otakku, aku selalu berharap ini tidak akan terlepas, aku ingin memeluk, mendekapnya hingga aku tahu bahwa ini bukan hanya imajinasi sementara.

Friday, April 04, 2008

CAHAYA PAGI

Sempatkah anda bersyukur setelah anda bangun pagi? atau mungkin ritual itu sempat terlupakan? Setiap pagi saya sering kali lupa untuk membaca doa bangun tidur yang dulu pernah saya hafalkan ketika SD. Tapi saya sadar di benak saya membisikkan kata-kata syukur itu. Karena tiap pagi saya selalu tersadar, "Terima kasih Ya Allah, hari ini tidak Kau bangunkan aku di akhirat." Dan mengangkat kesadaran itu untuk mengambil air wudlu adalah cobaan yang sampai sekarang masih terasa berat. Ya Allah, kenapa nikmat yang tiap hari Kau berikan padaku selalu terlewat dengan sedikit syukur dari ku? Ketika sholat subuh didirikan, saraf2 di seluruh tubuh terasa ikut berdzikir. Ketika berdiri dan menjadikan kepala sebagai ujung tubuh kita, otak harus berkonsentrasi. Ketika rukuk, apakah anda merasakan saraf2 di belakang kaki anda tertarik dan rongga dada terasa ringan disertai tulang punggung yang sangat nyaman. Saya merasakan dan menikmati itu. Ketika sujud ada perasaan ringan bernaung di rongga perut, sepertinya lambung dan usus berterima kasih karena tidak membebani mereka. Dan ketika duduk dalam sholat, perasaan tenang di hati menyatu dengan isi otak seolah-olah enggan meninggalkan posisi itu. Apakah ada yang merasakan apa yang saya rasakan ketika anda mendirikan sholat?